Minggu, 17 April 2011

D Z I K R U L L A H , indahnya . .

Ingatlah kepadaKu maka Aku ingat kepadamu, ingatlah Aku sebanyak-banyaknya agar kau beruntung...
• Keutamaan majelis-majelis zikir
o Keutamaan zikir: 2:152, 2:156, 2:185, 2:198, 2:203, 8:45, 9:112, 13:28, 18:24, 20:34, 24:37, 29:45, 33:21, 33:35, 62:10, 63:9, 87:15
o Banyak-banyak berzikir kepada Allah: 2:200, 3:41, 4:103, 8:45, 20:33, 20:34, 20:130, 22:40, 26:227, 33:21, 33:35, 33:41, 62:10
o Zikir yang paling baik: 13:28, 18:46, 19:76
• Etika zikir kepada Allah
o Zikir setiap saat: 3:191, 4:103
o Takut dan menangis saat berzikir: 7:205, 8:2, 17:109, 19:58, 22:35
o Menangis ketika membaca Al Quran: 5:83, 19:58
o Merendahkan suara ketika berzikir: 7:205
• Klasifikasi zikir
o Istighfar (mohon ampun)
 Keutamaan istighfar: 2:199, 3:17, 4:64, 4:106, 4:110, 5:74, 7:153, 7:161, 8:33, 11:3, 11:52, 11:90, 12:29, 18:55, 24:5, 24:62, 26:51, 26:82, 27:46, 28:16, 38:25, 40:3, 51:15, 51:16, 60:12, 71:10, 71:11, 71:12, 73:20, 110:3
 Tempat-tempat istighfar: 2:199
 Perintah beristighfar: 2:199, 11:52, 11:61, 11:90, 73:20
 Istighfar Nabi saw.: 3:159, 4:64, 4:106, 9:80, 23:118, 24:62, 40:55, 47:19, 60:12, 110:3
 Istighfar para Nabi as.: 3:159, 7:23, 7:143, 7:155, 11:47, 12:92, 12:97, 12:98, 14:41, 19:47, 23:118, 24:62, 26:82, 26:86, 28:16, 38:24, 38:35, 40:55, 47:19, 60:4, 60:12, 63:5, 63:6, 71:28, 110:3
 Istighfar orang-orang beriman: 2:199, 2:285, 2:286, 3:16, 3:17, 3:193, 23:109, 51:18, 59:10, 66:8
 Istighfar untuk kedua orang tua: 9:113, 9:114, 14:41, 17:24, 19:47, 26:86, 60:4, 71:28
 Istighfar untuk saudara: 7:151
 Istighfar untuk orang-orang musyrik: 9:80, 9:113, 9:114
 Istighfar malaikat untuk orang-orang mukmin: 40:7, 40:8, 40:9, 42:5
 Kapan disunnatkan istighfar: 3:17, 3:135
o Isti'azah (mohon perlindungan)
 Jenis-jenis isti'azah
 Mohon perlindungan dari sifat hasad: 113:5
 Mohon perlindungan dari hal-hal yang dibenci: 19:18, 40:56
 Mohon perlindungan dari bahaya cuaca: 113:2
 Mohon perlindungan dari kawan yang jahat: 113:2
 Mohon perlindungan dari bahaya malam: 113:3
 Mohon perlindungan dari syetan jin dan manusia: 3:36, 7:200, 16:98, 23:97, 23:98, 40:27, 41:36, 113:2, 114:4, 114:5, 114:6
 Allah melindungi orang yang mohon perlindungan kepadaNya: 113:1, 114:1
 Mohon perlindungan dari api neraka: 2:201, 3:16, 3:191, 25:65
o Basmalah (Bismillahirrahmanirrahiim)
 Membaca basmalah ketika menyembelih: 6:118, 6:119, 6:121
 Membaca basmalah ketika berburu: 6:118, 6:119, 6:121
 Membaca basmalah pada setiap keadaan: 1:1, 11:41, 27:30
o Takbir (Allahu Akbar)
 Takbir pada hari-hari Tasyrik: 2:203
 Takbir antara Arafah dan Muzdalifah: 2:198
 Takbir untuk mengagungkan Allah: 17:111, 22:37, 74:3
o Zikir saat shalat
 Zikir setelah shalat: 4:103, 50:40, 76:26
o Tasbih
 Tasbihnya makhluk-makhluk dengan memuji Allah: 1:2, 7:206, 13:13, 16:48, 16:49, 17:44, 21:20, 21:79, 22:18, 24:41, 25:58, 35:34, 37:166, 38:18, 39:75, 40:7, 41:38, 42:5, 50:39, 50:40, 55:6, 57:1, 59:1, 59:24, 61:1, 62:1, 64:1
 Tasbih sebagai tanda kesucian Allah: 2:116, 3:191, 4:171, 5:116, 6:100, 7:143, 9:31, 10:18, 10:68, 12:108, 15:98, 16:1, 16:57, 17:1, 17:43, 17:44, 17:93, 17:108, 19:35, 21:22, 23:91, 25:18, 27:8, 30:40, 34:41, 36:36, 36:83, 37:159, 37:180, 39:4, 39:67, 43:13, 43:82, 52:43, 52:49, 56:74, 56:96, 59:23, 68:29, 69:52, 87:1
 Tasbih ketika mensyukuri nikmat: 3:41, 10:10, 19:11, 43:13, 110:3
 Tasbih ketika takjub: 17:93, 24:16
 Tasbih ketika mendengar petir: 13:13
 Keutamaan tasbih-tahmid-tahlil: 9:112, 21:87, 24:36, 37:143, 40:55, 48:9, 52:48, 52:49, 68:28
o Tahmid (memuji Allah)
 Hanya Allah yang berhak dipuji: 1:2, 6:1, 6:45, 10:10, 14:39, 16:75, 16:114, 17:111, 18:1, 23:28, 27:15, 27:59, 27:93, 28:70, 29:63, 30:18, 31:25, 34:1, 35:34, 37:182, 39:29, 39:74, 39:75, 40:7, 45:36, 64:1
 Memuji Allah atas nikmat-nikmatNya: 1:2, 5:20, 5:89, 6:1, 6:45, 7:43, 14:39, 16:78, 16:114, 16:121, 23:28, 25:58, 27:15, 27:16, 27:19, 27:59, 30:18, 34:1, 35:34, 37:182, 93:11
• Tempat-tempat zikir
o Zikir di Masy'aril Haram: 2:198
o Zikir di Mina: 2:203
o Zikir di hari-hari tasyrik: 2:203
• Waktu-waktu zikir
o Zikir setelah ibadat: 2:185, 2:200, 4:103, 22:28
o Zikir Ketika ditimpa bala: 2:156, 3:173, 20:25, 20:26, 20:33, 20:34
o Zikir ketika lupa: 18:24
o Zikir di setiap waktu: 3:41, 7:205, 30:17, 30:18, 33:41, 33:42, 38:18, 40:55, 48:9, 52:48, 52:49, 73:8, 76:25
o Bacaan zikir pada waktu pagi dan sore: 7:205
o Ancaman bagi yang melupakan zikir kepada Allah: 4:142, 5:91, 7:205, 10:92, 20:124, 21:1, 24:37, 25:18, 63:9
o Zikir ketika menghadapi musuh: 8:45
• Sebab-sebab zikir: 5:4, 6:118, 6:119, 6:121, 22:28, 22:34, 22:36

Bismillah wa lillahi ta'ala..

Jumat, 08 April 2011

mengingat-MU, begitu indah..

“Maka dzikirlah kepadaKu, maka Aku Dzikir kepadamu.”
Maknanya, dzikirlah kepadaKu dengan menjawab patuh, dengan taat, dengan kehendak, maka Aku ingat kepadamu dfengan limpahan anugerah, limpahan melalui penempuhan jalan kepadaKu dan limpahan Nurul Yaqin.

“Yaitu orang yang berdzikir kepada Allah dengan berdiri dan duduk dan tidur dan bertafakur dalam penciptaan langit dan bumi. Ya Tuhan kami Engkau tidak menciptakan semua ini batil. Maha Suci ngkau, maka lindungi kami dari siksa neraka.”
“Yaitu orang yang berdzikir kepada Allah” dalam segala kondisi, dengan berbagai situasi.

“Dengan berdiri” di dalam maqom Ruh dan Musyahadah.
“Dan duduk “ dalam posisi qalbu melalui Mukasyafah.
“Dan tidur” yakni ketika pada posisi pergolakan mereka di posisi nafsu, melalui Mujahadah (perjuangan melawan hawa nafsu.”
“Dan bertafakur” dengan lubuk jiwa yang dalam yang murni dan bersih dari kotoran imajinasi.
“Dalam penciptaan langit dan bumi.” Yakni dalam penciptaan alam Ruh dan alam fisik, lantas bermunajat, ketika bermusyahadah:

“Ya Tuhan kami Engkau tidak menciptakan semua ini batil.” Maksudnya batil aadalah sesuatu selain DiriMu, karena selain DiriMu adalah batil, bahkan Engkau jadikan semua itu sebagai ekspressi dari Asma’ dan SifatMu.

“Maha Suci Engkau, “ Sungguh Maha Suci Engkau, jika ditemukan Selain DiriMu, bahwa segala sesuatu mana pun pastilah Engkau Menyertainya.
“Maka lindungi kami dari siksa neraka.” Dari neraka hijab atas semesta ini dari Af’al-af’alMu, dan hijab Af’al dari SifatMu, dari Hijab Sifat dari DzatMu, dengan perlindungan paripurna yang mencukupi.

“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepadaNya di waktu pagi dan petang.”

“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir sebanyak-banyaknya,“ dengan Lisan di Maqom Nafu, dengan Hadir di Maqom Qalbu, dengan Munajat di Maqom Sirr, dan dengan Musyahadah di Maqom Ruh, serta Wushul di Maqom KHafa’, dan Fana’ di Maqom Dzat.

“Dan bersabihlah kepadaNya” melalui upaya memasuki Tajrid dari Af’al, Sifat dan Dzat.

“Di waktu pagi “ ketika waktu terbitnya fajar cahaya qalbu.
“Dan petang.” Ketika datangnya kegelapan nafsu, dan malam sirnanya matahari Ruh melalui fana’ dalam Dzat. Yakni dari waktu fajar cahaya hati hingga fana’ dalam keabadianNya selamanya.

“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan berdzikir kepada Allah. Ingatlah dengan mengingat Allah qalbu jadi tenteram.” (Ar-Ra’d: 28)

“Yaitu orang-orang yang beriman” yakni mereka yang hatinya kembali mengenalNya.

“Dan hati mereka tenteram dengan berdzikir kepada Allah. Ingatlah dengan mengingat Allah qalbu jadi tenteram.”.”

Dengan dzikir nafsu melalui Lisan, dan Tafakkur dalam nikmat-nikmatNya, atau Dzikir Qalbu melalui renungan di alam Malakut, memandang Sifat-sifat Maha Indah dan Maha AgungNya .

Dalam kualifikasi dzikir ada:
• Dzikir Nafsu dengan Lisan dan merenungkan nikmatNya.
• Dzikir Qalbu dengan melihat Sifat-sifatNya.
• Dzikir Sirr dengan Munajat.
• Dzikir Ruh dengan Musyahadah.
• Dzikir Sunyi Jiwa (Khafa’) dengan rindu asyik ma’syuk.
• Dzikrullah dengan fana’ di dalamNya.

Nafsu senantiasa mengalami nuansa sempit manakala muncul karakternya dan ucapannya, hingga mempengaruhi hati. Bila berdzikir kepada Allah, nafsu jadi tenang dan sirnalah keraguan (waswas) sebagaimana sabda Nabi saw: “Sesungguhnya syetan meletakkan belalainya pada qalbu manusia, dan manakala manusia berdzikir, maka ia menyingkir, hingga qalbu jadi tenang.”

Begitu juga Dzikir qalbu di alam Malakut dan memandang alam Jabarut. Semua dzikir tidak terjadi kecuali setelah terbangunnya rasa tenteram. Sedangkan amal; saleh di sana sebagai “pembersihan” dan “periasan jiwa”.
“Niscaya Dzikir Allah itu lebih besar” (Al-Ankabut)
[pagebreak]
Yaitu Dzikr Dzat dalam Maqom Fana’ Murni dan Rahmat Allah swt di Maqom Tamkin (kemandirian ruhani bersamaNya) di Maqom Baqo’ adalah lebih besar dari seluruh dzikir yang ada.
“Dan apabila sholat sudah ditunaikan maka menebarlah di bumi dan raihlah anugerah Allah, dan berdzikirlah sebanyak-banyaknya agar kalian meraih kebahagian.” (Al-Jum’ah: 10)

“Dan apabila sholat sudah ditunaikan maka menebarlah di bumi “ suatu perintah untuk bertebar dalam urai di bumi dan meraih anugerah Allah usai sholat. Semua itu sebagai isyarat untuk kembali pada penguraian setelah hamba fana’ dalam maqom Al-Jam’u (maqom berpadu dengan Allah) dalam sholat hakikat.

Sebab berhenti saja di maqom al-Jam’u merupakan Hijab Allah dari makhluk, hijab Dzat dari Sifat.

Maka “berurai” adalah wujud berbalik dalam Sifat pada saat kondisi Al-Baqo’ setelah Fana’ dengan Wujud Hakiki dan berjalan bersama Allah dalam kemakhlukan, serta meraih fadhal Allah, yakni meraih bagian-bagian Tajallinya Asma’ dan Sifat, dan kembali ke Maqom bumi nafsu, dan menyelaraskan Nafsu manusia dengan Allah swt.

“Dann berdzikirlah sebanyak-banyaknya.” Yakni hadirkanlah Kesatuan Tunggal Esensial dalam nuansa “Banyak”nya Sifat-sifat. Bahwa ia tidak terhijab oleh “keragaman banyak” dari KemahatunggalanNya, jauh dari sesat setelah meraih hidayah, dan senantiasa terus menerus disiplin dalam Istiqomah di dalam penyelarasan dan [pemenuhan Hak-hak Allah dan Hak Makluk secara bersamaan; menjaga “Padu” dan “Urai” secara bersamaan pula.

“Agar kalian meraih kebahagian” dengan kem,enangan agung, yaityu hikmah posisi “perpaduan”.

“Dan siapakah yang lebih dzolim disbanding orang yang menghalang-halangi mengingat Nama Allah di masjid-masjid Allah, dan berusaha merobohkannya?” (Al-Baqoroh: 114)

Siapakah yang lebih dzolim dan lebih hancur disbanding orang yang merusak kebenaran Allah swt, yang menhalabngi masjid-masjidNya yaitu tempat sujud kepada Allah, yang tak lain adalah qalbu-qalbu beriman, yang di dlamnya mengenal Allah swt. Hingga qalbu sujud dengan kefanaan Dzat.

Sebab dalam qalbu itu disebut NamaNya dalam dzikirnya berupa Ismul A’dzom (Nama Agung), karena Ismul A’dzom itu tidak akan tampak kecuali dalam qalbu, yaitu Tajallinya Dzat dalam semua Sifat, atau AsmaNya yang khusus yang masing-masing ada secara Paripurna berselaras dengan kesiapan dalam qalbu hambaNya.

Lantas yang paling dzolim juga berupaya merobohkan masjid-masjid qalbu yang berdzikir itu dengan cara mengotorinya, mengalahkannya mencampurinya dengan berbagai imajinasi, dengan campuran fitnah yang merusak di dalamnya, yang menyeret nafsu dan syetan, keraguan dan gangguannya.

Di dunia mereka ini hina dina, karena batilnya agama dan akidahnya, disamping upayanya merusak kebenaran agama Allah swt, sedangkan di akhirat mereka meraih siksa besar, yaitu terhijab dari Allah swt, karena keyakinannya.

“Di rumah-rumah, Allah mengizinkan NamaNya diluhurkan dan disebut. Di dalamnya ia bertabih bagiNya pagi dan petang.”

“Lelaki-lelaki yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli, dari dzikir kepada Allah…” (An-Nuur 36)

“Di rumah-rumah,” qalbu beriman, Allah memberi hidayah kepada yang dikehendaki dalam berbagai tahapan,.

“ Allah mengizinkan NamaNya diluhurkan” ditinggikan bangunan-bangunannya , diluhurkan derajat-derajatnya.
“Dan disebut,” dalam dzikir, Asma dengan lisannya, mujahadah dan berakhlaq dengan berbagai akhlaq di maqom nafsu; dan hadirnya hati, muroqobah, berkarakter dengan sifat luhur di maqom qalbu..
Disamping munajat, dialog dan perwujudan hakikat di maqom Sirr (Rahasia Qalbu), serta Musyahadah di dalam cahaya di Maqom Ruh, tenggelam, terliput, dan fana’ di Maqom Dzat.

“ Di dalamnya ia bertabih bagiNya pagi dan petang.” Melalui Tanzih, Tauhid, Tajrid dan Tafrid, baik di pagi Tajalli dan petangnya tirai.

“Lelaki-lelaki” yaitu mereka yang tergolong sebagai individu yang bergegas cepat menuju Allah, menepiskan segala hal selain Allah, menyendiri bersama Allah, dan bangkit bersama Allah swt.
“Yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli, “ dengan tidak menukar zuhudnya dengan dunia hina, juga tidak menjual dirinya dengan hartanya, “dari dzikir kepada Allah…”

Minggu, 27 Maret 2011

Cahaya IndahKu..

Hakikat Nur Muhammad adalah Ar-Ruuhul A’dzom, dengan dimensi lain disebut sebagai Akal Pertama dan Hakikat Muhammadiyah atau An-Nafs al-Wahidah (Jiwa yang tunggal), yaitu yang pertama kali diciptakan oleh Allah swt. Atau disebut sebagai Khaliqah Akbar (ciptaan agung), disebut pula dengan Al-Jauhar an-Nurany (Inti cahaya). Jika dilihat dari segi inti segalanya disebut dengan jiwa yang tunggal, dan jika dipandang dari segi kecahayaan disebut sebagai Akal Pertama. Dalam fenomena semestanya memiliki sejumlah nama dan symbol, seperti Akal pertama, Al-Qolam yang luhur, An-Nuur, Jiwa yang tunggal dan Lauhul Mahfudz.

Syeikh Abdul Qadir al-Jilany mengutip hadits qudsy, ketika Allah menciptakan Ruh Muhammad dari Cahaya KemahaindahanNya, “Aku jadikan Muhammad dari Cahaya WajahKu.”

Sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw, “Awal ciptaan Allah adalah ruhku. Awal yang dicipta oleh Allah adalah cahayaku, dan awal yang dicipta Allah adalah Al-Qolam, dan awal yang dicipta Allah adalah Akal.” (Hr. Abu Dawud).

Yang dimaksud dari keseluruhan (ruh, cahaya, qolam dan akal) adalah Hakikah Muhammadiyah. Disebut “cahaya” karena awal ciptaan itu bersih dari kegelapan Jalaliyah, sebagaimana firmanNya: “Telah dating padamu Nur dan Kitab dari Allah.” (al-Maidah 15)
Lalu disebut sebagai “akal” karena posisinya mengenal semesta global. Dan sebut sebagai al-Qolam (pena), karena sebagai faktor transmitor pengetahuan, seperti pena yang memindahkan pengetahuan dari huruf-huruf.

Ruh Muhammadi adalah adalah simpul dari semesta ciptaanNya, sedangkan awal dan asal semesta ini, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Aku ini dari Allah dan semua orang beriman dari diriku.”
Dari rasulullah saw, itulah semua ruh diciptakan di alam Lahut dalam bentuk hakikat paling sempurna. Dan Alam Lahut itu disebut dengan Al-Qathanul Ashly (Negeri primordial). Setelah berlangsung selama 4000 tahun, Allah swt menciptakan Arasy dari Cahaya Mata Muhammad saw, dan seluruh semesta ini berasal darinya. Kemudian dari Alam Lahut tadi diturunkan secara bertahap hingga di alam paling rendah yakni alam jasad, seperti dalam firmanNya, “Kemudian Kami turunkan secara bertahap sampai alam paling bawah. “ (At-Tiin: 5)

Pertama kali diturunkan dari Alam Lahut ke Alam Jabarut, dan Allah memberi pakaian dengan Nur Jabarut dengan pakaian dari dua tempat mulia yang disebut dengan Ar-Ruh as-Sulthany.
Dengan pakaian tersebut Allah menurunkan lagi ke Alam Malakut, lalu diberi pakaian dengan Cahaya Malakut yang dinamakan Ar-Ruh ar-Ruwany.
Kemudian Allah menurunkan ke Alam Mulki dan diberi pakaian dengan Cahaya Al-Mulki, yang disebut dengan Ar-Ruh al-Jismany (ruh jasad), baru kemudian Allah menciptakan berbagai jasad, sebagaimana firmanNya : “Darinya Kami ciptakan….” (Thaha 55), lalu Allah swt, memerintahkan ruh-ruh tersebut masuk dalam jasad, maka masuklah ruh itu denganperintah Allah Ta’ala, seperti difirmankan, “Dan Aku meniup di dalamknya dari RuhKu…”.

Ketika ruh-ruh tersebut berkait dengan jasad fisik, ia lupa pada janjinya kepada Allah di Hari Perjanjian (yaumul miitsaaq), di saat Allah swt berfirman, “Bukankah Aku ini Tuhanmu….” (Al-A’raf 172), hingga kealpaannya membuatnya ia tidak mau kembali ke Negeri Asal (Al-Wathanul Asly).
Kemudian Allah swt, melimpahkan rahmatNya, lalu diturunkanlah Kitab Samawi untuk mengingatkan pada mereka yang alpa atas Negeri Sejatinya, sebagaimana firmanNya, “Ingatkan mereka akan Hari-hari Allah…”(Ibrahim 14), yakni hari-hari pertemuan dengan Allah swt dengan para arwah.

Para Nabi saw, semuanya dating ke dunia, dan pergi menuju akhirat disebabkan oleh peringatan itu. Sedikit jumlahnya yang sadar, kembali dan rindu atas Negeri Sejatinya. Sampai akhirnya Kenabian melimpah pada Ruh Agung al-Muhammady, sebagai pamungkas para Nabi (semoga sholawat dan salam paling utama dan kehormatan paling sempurna terlimpah padanya dan kepada para Nabi dan Rasul lainnya).

Allah mengutus mereka untuk menyadarkan mereka yang alpa, darui tidur kealpaannya menuju kesadaran jiwanya. Mereka diutus untuk mengajak manusia bertemu dengan Kemahaindahan Allah azza wa-Jalla. “Katakan, inilah jalanku, aku mengajakmu kepada Allah dengan matahati, aku dan orang yang mengikutiku…(Yusuf: 108).

Matahati itulah disebut sebagai “mata ruh”, dibuka di Maqom Fuad bagi para Auliya’. Dan itu tyidak bisa diraih menurut pengetahuan eksoterik (lahiriyah) namun dengan Ilmu esoteris (bathiniyah) Laduniyah, sebagaimana firmanNya: “Dan Kami ajarkan padanya ilmu dari SisiKu…”(Al-Kahfi 65).
Maka sudah jadi kewajiban bagi manusia untuk mendapatkan matahati itu dari Ahli Batin dengan cara mengambil Talqin dari seorang Wali yang Mursyid, yang diambil dari Alam Lahut.

Nah, anda renungkan sendiri proses-proses luhur nan agung seperti itu. Dan kita harus segera bertaubat meraih ampunan Allah serta bersegera memasuki thariqah, agar kita kembali kepada Tuhan kita.
Sedangkan Lathifah Robbaniyah adalah hakikat-hakikat kelembutan Ilahi yang dilimpahkan dalam batin manusia, melalui NurNya, dan berujung menjadi aktivitas Ilahiyah dalam akhlak mulia manusia. Pertama kali melimpah pada Sirr (Rahasia Batin) kemudian memancar pada Qalbu, dan menggerakkan Ubudiyah sang hamba.

Jumat, 14 Januari 2011

Bersiap-siaga ...

Sewaktu silahturahim saya tertarik dengan satu ayat dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اصْبِرُواْ وَصَابِرُواْ وَرَابِطُواْ وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai, orang-orang yang beriman bersabarlah dan tetaplah bersabar dan bersiap-siagalah dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung” [QS. Al-Imron: 200]

Subhanallah, menarik sekali ayat ini jika direnungkan dengan dalam dan ditengah kesunyian malam. Hanya orang-orang yang berimanlah yang dipanggil Allah untuk bersabar, kemudian tetap bersabar, bersiap-siaga dan bertaqwa agar mendapatkan keuntungan. Sungguh suatu rangkaian yang indah, pada kebanyakan ayat dalam Al-Qur’an memang selalu diperintahkan untuk bersabar dalam segala hal. Namun ayat ini memerintahakn kita hamba-Nya untuk ‘robithu‘.

Kita, hamba-Nya, didunia ini ibaratkan seorang pedagang. Di pagi hari sudah bersiap dengan perdagangannya, menentukan suatu target dan syarat-syarat perdagangan. Terkadang antara akal dan hati ini tidak pernah berkesesuaian dalam mencapai target. Untuklah perlu ditetapkan suatu persyaratan akal dan hati menuju perdagangan yang sesuai dengan apa-apa yang diperintahkan-Nya. Sungguh, bila perdagangan dengan Allah ini akan memberikan keuntungan yang tidak bisa dihitung-hitung dengan apa pun. Ketika pulang di petang harinya, layaknya seorang pedagang sudah seharusnya menghitung-hitung kembali perdagangannya hari itu. Inilah proses yang sudah semestinya dilakukan.

Konsekuensi dari robithu – murobathah, adalah muroqobah (pengawasan) dan muhasabah (penghitungan). Seperti apakah muroqobah ini? Tentunya kita teringat akan sebuah kisah dimana seorang Kyai sangat hormat kepada murid termudanya. Sikap sang Kyai ini di’protes’ oleh para santri seniornya, “Wahai Kyai kami, mengapa engkau begitu hormat kepada dia padahal dia lebih muda dari kami”". Sang Kyai tidak lantas menjawabnya, ia memberikan masing-masing santrinya seekor ayam dan sebilah pisau tajam. Para santripun penuh tanda tanya. Sang Kyai memerintahkan, “Potonglah ayam itu tapi jangan sampai terlihat oleh siapapun”. Maka santri-santripun melaksanakan perintah Kyai, ada yang bersembunyi di kebun, bersembunyi dibalik dinding, dana dimana-mana tempat yang tidak terlihat orang. Kemudian masing-masing santri ini menghadap satu per satu ke Kyai sambil membawa ayam yang telah terpotong urat lehernya denngan perasaan senang telah menunaikan perintah Kyai yang dihormatinya. Kecuali santri yang muda, sang Kyai bertanya, “Wahai santriku, mengapa belum juga engkau tunaikan perintahku, tidakkah engkau mendengarkannya?”. Santri muda inipun menjawab, “Wahai Kyaiku yang aku hormati, sungguh aku dengar dan paham perintahmu, tapi bagaimana aku bisa memotong ayam ini tanpa bisa dilihat oleh siapapun karena Allah selalu melihatku”.

Demikianlah mengapa sang Kyai begitu menghormati santri muda itu. Sikap muroqobatillah ini telah melekat betul dihatinya dan diamalkannya. Subhanallah, akupun belum bisa seperti ini.

Dalam suatu hadits oleh Imam Muslim, Rasulullah ditanya oleh seorang (sebenarnya Malaikat Jibril), “fa akhbirni-i an al-ihsani, qoola: an ta’buda Allah ka-annaka taroohu…”. Hadits ini sangat populer ditelinga kita, bahkan diriku. Namun sangat sedikit sekali bisa menerapkannya.

Andai kutahu …
hidup ini lebih baik
tak ada manipulasi
tanpa korupsi